Pendahuluan
Konsep
World Class Police Academy merupakan
konsep strategis dalam pengembangan pola pendidikan pembentukan di Akademi
Kepolisian, yang harus diwujudkan dengan partisipasi seluruh stake holder sesuai tugas, fungsi dan
peranan masing-masing kompartemen pendidikan. Konsep ini merupakan cita-cita
dan mimpi untuk mensejajarkan akademi
kepolisian dengan lembaga pendidikan yang bertaraf internasional baik itu sistem
pendidikan, sarana prasarana pendidikan maupun kompetensi tenaga pendidik dan Taruna
Akademi Kepolisian yang merupakan basis pendidikan pembentukan yang akan
menjadi perwira generasi kepemimpinan Polri
di masa yang akan datang. Salah satu komponen dalam pendidikan pembentukan
disini adalah peserta didik yaitu Taruna Akademi Kepolisian mulai dari Tingkat I,
Tingkat II dan Tingkat III yang merupakan based
personal education yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan
pembentukan di Akademi Kepolisian yang memiliki visi dan misi untuk membentuk
perwira Polri yang professional, bermoral, modern, cerdas dan humanis.
Menurut Roucek dan Warren (1991)
kerjasama berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama dan
merupakan suatu proses yang paling dasar. Kerjasama merupakan alat pencapaian
usaha yang dilakukan suatu kelompok secara teratur dan kesatuan tindakan yang
diarahkan untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam
konteks pencapaian tujuan akpol sebagai World Class Police Academy maka
dibutuhkan kerja sama yang kuat dalam pelaksanaan program pembelajaran,
pelatihan maupun pengasuhan, kerja sama disini adalah antara tenaga pendidik
(dosen ) dengan peserta didik ( taruna akpol) terutama dalam proses
pembelajaran.
Problematika
dalam proses pembelajaran di Akademi Kepolisian adalah system pembelajarannya
masih berpusat pada dosen (teacher centered )dan bukan pada peserta didik
(learner centered) sehingga proses transformasi keilmuan sering mendapat
kendala yang signifikan karena dosen lebih aktif daripada taruna, taruna
cenderung menerima setiap materi yang diberikan oleh dosen tanpa sebuah proses brain storming yang tepat, hal ini
tentunya sangat merugikan taruna. Dalam paradigm pembelajaran modern,
semestinya taruna akpol sebagai peserta didik harus pro aktif dalam proses pembelajaran
(student centered learning) dan dosen
berupaya memfasilitasi proses pembelajaran taruna dengan referensi yang ada.
Student
Centered Learning
Paradigma
pembelajaran yang terjadi di Akademi Kepolisian masih berpusat kepada tenaga
pendidik (teacher centered) belum berbasis pada peserta didik (learner
centered), apalagi terdapat kelemahan yang sudah diketahui umum bahwa ketika
taruna menerima pembelajaran dari dosen, hampir dapat dipastikan taruna
mengantuk dan tidur di kelas. Ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
ketidakefektifan proses pembelajaran, terjadi monotonitas kegiatan pembelajaran
karena komunikasi yang dilakukan hanya komunikasi satu arah, tenaga pendidik
tidak menggali potensi dalam diri peserta didik dan menimbulkan motivasi kepada
peserta didik untuk mengikuti pelajaran di kelas sehingga yang kita lihat di
tempat perkuliahan taruna adalah pemandangan seorang tenaga pendidik ditinggal
tidur di kelas.
Student Center Learning merupakan
sebuah pemecahan yang efektif dalam rangka optimalisasi pendidikan pembentukan,
dan hal tersebut membutuhkan partisipasi aktif, Menurut wibawa (1992)
Partisipasi berarti keterlibatan mental dan emosional yang lebih banyak
daripada keterlibatan secara fisik.
Partisipasi mendorong orang untuk menyumbang atau mendukung kepada suatu
situasi tertentu. Partisipasi mendorong
orang untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan karena sumbangan atau
dukungannya. Taruna diharapkan menjadi subyek pembelajaran yang efektif dengan
fasilitator pengampu mata kuliah (dosen), proses pembelajaran akan lebih
menarik apabila taruna diberikan kepercayaan untuk memecahkan sebuah
permasalahan maupun materi-materi pembelajaran yang ada relevansinya dengan
bidang tugasnya yang akan diemban sehingga hal tersebut merangsang
keingintahuan taruna dalam mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan
stimulus yang diberikan dosen pembimbing. Beberapa metode pembelajaran yang
berbasis Student Centered Learning
adalah:
a. Berbagi
informasi (information sharing).
Merupakan sebuah langkah
yang efektif dengan melakukan curah gagasan (brain storming), kooperatif, kolaboratif, diskusi kelompok (group discussion), diskusi panel (panel discussion), simposium dan
seminar, hal tersebut untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge) taruna akademi kepolisian.
b. Belajar
dari pengalaman (experience based)
Dapat dilakukan dengan cara
simulasi, bermain peran (roleplay),
permainan (game) dan kelompok temu,
hal tersebut dapat diserap dari dosen pembimbing maupun pengalaman yang
didapatkan ketika melaksanakan latihan kerja
c. Pembelajaran
melalui pemecahan masalah (problem
solving based)
Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara
studi kasus-kasus yang uptodate terjadi di masyarakat, tutorial dari dosen
pembimbing dan lokakarya.
Karakteristik
dosen yang menggunakan system Student
Centered Learning akan melakukan pembelajaran modern yang berbasis
kemitraan antara tenaga pendidik dan taruna, sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan efektif, yang secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Memiliki
rasa menghargai dan memahami kemampuan personal taruna dengan metode
mengakomodir pemikiran siswa, gaya belajarnya, tingkat perkembangannya,
kemampuan, bakat, persepsi diri serta kebutuhan akademis dan non akademis
taruna.
b. Memahami
bahwa pembelajaran merupakan suatu proses konstruktivitas, sehingga dapat mengnjurkan
taruna untuk mempelajari sesuatu yang memiliki arti dan relevan dengan tugas
kepolisian serta menganalisis setiap pengalaman yang pernah mereka alami dengan
relevansi materi perkuliahan.
c. Menciptakan
suasana belajar yang representative bagi taruna dan memberikan stimulant bagi
proses kreatif taruna.
d. Memiliki
persepsi positif tentang taruna yang ingin belajar keras untuk menjadi perwira.
Dalam
proses pembelajaran orang dewasa (andragogik) maka peserta didik (taruna) harus
diberikan ruang dalam pengembangan diri dengan melakukan pembelajaran mandiri
dari berbagai referensi baik referensi dari dosen, dunia maya, media
elektronik, media cetak, media visual maupun dari perpustakaan. Peningkatan
kompetensi dalam aspek akademis tentunya menjadi prioritas dalam pembelajaran
model Student Centered Learning ini
dan diharapkan tingkat pengetahuan dan disiplin taruna dapat meningkat dan
mampu mengimplementasikan pengetahuannya dalam profesi kepolisian sehingga
mampu berperan dalam ranah regional maupun internasional.
World Class Police Academy
Peningkatan
kemampuan Taruna Akademi Kepolisian dalam bidang ilmu pengetahuan akan menjadi
stimulus bagi peningkatan status kelembagaan Akademi Kepolisian sebagai lembaga
pendidikan dan pembentukan taruna yang akan dipersiapkan sebgai perwira
kepolisian, dengan adanya pendidikan STIK PTIK domisili Akpol maka hal tersebut
menjadi trigger bagi tercapainya Akpol
sebagai World Class Police Academy. Perlu perencanaan yang seksama dan pengorganisasian
yang efektif dan efisien dalam mewujudkan akpol sebagai World Class Police
Academy, yang ditargetkan selama 100 hari sesuai program yang digulirkan oleh
Gubernur Akademi Kepolisian Irjend Pol Drs Djoko Soesilo, SH, M.Si. hal
tersebut harus didukung oleh tenaga pendidik yang memiliki kompetensi dalam
memberikan atau memfasilitasi taruna sebagai Student Centered Learning, standar pendidikan yang terukur dan
teruji, sarana dan prasarana pendidikan yang bertaraf internasional, lingkungan
yang selaras dengan visi dan misi akpol, budaya kinerja yang efektif dan
efisien, penghilangan tradisi negative yang masih berlaku dalam kehidupan
resimen korps taruna dan motivasi yang kuat dari seluruh stake holder di
akademi kepolisian akan menjadi stimulus dalam akselerasi kinerja untuk
mewujudkan akpol sebagai World Class Police Academy.
Standart
kompetensi yang harus dimiliki oleh taruna dalam mendukung konsep akpol sebagai
World Class Police Academy adalah memiliki ketrampilan bahasa asing, mampu
mengetahui dan menerapkan etika pergaulan internasional, memiliki pengetahuan
yang cukup tentang Toefl dan khasanah budaya negara lainnya, mampu memahami
aturan-aturan yang berlaku dalam tataran internasional dan sudah diratifikasi
oleh pemerintah kita, memiliki pemkiran yang positif tentang Hak Asasi Manusia,
memahami geografis Indonesia beserta budayanya sebagai sebuah kekayaan yang
wajib disampaikan ketika melakukan pergaulan internasional, memiliki
pengetahuan dalam bidang ekonomi,politik, sosial budaya, pertahanan keamanan
dan isu-isu global yang sedang menjadi perhatian dunia. Dengan standar yang
dimiliki tersebut dapat diyakini bahwa konsep World Class Police Academy akan
tercapai secara maksimal melalui tahapan dan proses yang berjalan on the track.
Penutup
Berdasarkan
pembahasan diatas maka penulis dapat mengambil simpulan bahwa proses pembelajaran
yang dilakukan di Akademi Kepolisian masih berpusat pada tenaga pendidik
(teacher learning) dan belum berbasis metode pembelajaran berpusat pada peserta
didik/taruna (Student Centered Learning).
Penulis
akan memberikan rekomendasi terkait dengan proses pembelajaran yang sedang
berjalan di Akademi Kepolisian, sebagai berikut:
a. Melakukan
kajian yang mendalam tentang system dan metode pembelajaran Student Centered Learning untuk
diterapkan dalam pembelajaran di Akademi Kepolisian.
b. Melakukan
pelatihan terhadap dosen dan tenaga pendidik agar menjadi fasilitator yang baik
dalam proses pembelajaran.
c. Melengkapi
fasilitas yang berkaitan pengayaan referensi taruna dalam pembelajaran mandiri,
seperti perpustakaan yang lengkap, alat instruksi yang uptodate dan alat
simulasi engan dukungan audio dan video.
d. Membangun
jaringan system informasi yang dapat diakses oleh seluruh tenaga pendidik dan
taruna untuk memudahkan komunikasi dan pencarian referensi pembelajaran.
e. Membuat
seminar atau bekerja sama dengan perguruan tinggi lainnya untu peningkatan
kompetensi taruna dan tenaga pendidik.
f. Sosialisasi
konsep World Class Police Academy dan meminta bantuan ahli dari universitas
untuk membuat integrated concept yang dapat diaplikasikan untuk mempercepat
pencapaiannya.
Daftar pustaka
American Psychological Association. 1993.
Presidential Task Force On Psychology In Education, P.7-9
Dimyati dan Mudjiono, 1999, Belajar dan
Pembelajaran, Jakarta: Rineka cipta.
Kroenhert, G.1995. Basic Training For Trainers.
A handbook For New Trainers. Second Edition. New York:mc Graw Hill Book Company
Lunandi, A. G., 1993, Pendidikan Orang Dewasa,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugema, B. Dan Setyabudi H., 2002. Psikologi
Belajar Orang Dewasa, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI.
Komentar
Posting Komentar